Monday, October 12, 2009

OPTIMALISASI PENGELOLAAN LABORATORIUM IPA SMP

A. Pembelajaran IPA Menurut Kurikulum 2006
Menurut Depdiknas (2006), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan. Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya
2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat
4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Dengan demikian proses pembelajaran IPA harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Proses pembelajaran yang baik sudah ditegaskan oleh BSNP (2007) yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam hal ini guru tertantang dan harus mampu untuk dapat memberlangsungkan Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif sekaligus Menyenangkan (PAIKEM).

B. Pentingnya Laboratorium Bagi Pembelajaran IPA
Menurut kamus, laboratorium berarti tempat untuk mengadakan percobaan (penyelidikan, dan sebagainya segala sesuatu yang berhubunngan dengan ilmu fisika, kimia, dan sebagainya (Poerwadarminta, .......). Sedangkan menurut Emha (2006) laboratorium sekolah merupakan suatu tempat atau lembaga tempat peserta didik belajar serta mengadakan percobaan (penyelidikan) dan sebagainya yang berhubungan dengan ilmu fisika dan lain-lain.
Dalam pendidikan IPA kegiatan laboratorium (praktikum) merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan kegiatan laboratorium untuk mencapai tujuan pendidikan IPA. Rustaman (1995) mengemukakan empat alasan pentingnya kegiatan praktikum IPA:
1. Praktikum membangkitkan motivasi belajar IPA
Belajar siswa dipengaruhi oleh motivasi. Siswa yang termotivasi untuk belajar akan bersungguh-sungguh dalam mempelajari sesuatu. Melalui kegiatan laboratorium, siswa diberi kesempatan untuk memenuhi dorongan rasa ingin tahu dan ingin bisa. Prinsip ini akan menunjang kegiatan praktikum di mana siswa menemukan pengetahuan melalui eksplorasinya terhadap alam.
2. Praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen
Kegiatan eksperimen merupakan aktivitas yang banyak dilakukan oleh ilmuwan. Untuk melakukan eksperimen diperlukan beberapa keterampilan dasar seperti mengamati, mengestimasi, mengukur, dan memanipulasi peralatan laboratorium. Kegiatan praktikum melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan bereksperimen dengan melatih kemampuan mereka dalam mengobservasi dengan cermat, mengukur secara akurat dengan alat ukur yang sederhana atau lebih canggih, menggunakan dan menangani alat secara aman, merancang, melakukan dan menginterpretasikan eksperimen.
3. Praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah
Para pakar pendidikan IPA meyakini bahwa cara yang terbaik untuk belajar pendekatan ilmiah adalah dengan menjadikan siswa sebagai scientis. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Depdiknas, 2006).
4. Praktikum menunjang materi pelajaran
Praktikum memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan teori, dan membuktikan teori. Selain itu praktikum dalam pembelajaran IPA dapat membentuk ilustrasi bagi konsep dan prinsip IPA. Dari kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa praktikum dapat menunjang pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
Menurut Permendiknas nomor 24 tahun 2007 tentang standar sarana dan prasarana sekolah sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut: 1) ruang kelas, 2) ruang perpustakaan, 3) ruang laboratorium IPA, 4) ruang pimpinan, 5) ruang guru, 6) ruang tata usaha, 7) tempat beribadah, 8) ruang konseling, 9) ruang UKS, 10) ruang organisasi kesiswaan, 11) jamban, 12) gudang, 13) ruang sirkulasi, dan 14) tempat bermain/berolahraga.
Selanjutnya masih menurut permen 24 yang dimaksud dengan Laboratorium IPA SMP adalah sebagai berikut.
a. Ruang laboratorium IPA berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran IPA secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.
b. Ruang laboratorium IPA dapat menampung minimum satu rombongan belajar.
c. Rasio minimum luas ruang laboratorium IPA 2,4 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m2 termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2. Lebar minimum ruang laboratorium IPA 5 m.
d. Ruang laboratorium IPA dilengkapi dengan fasilitas untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan.
e. Tersedia air bersih.
f. Ruang laboratorium IPA dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada Lampiran 1.

C. Pengelolaan Laboratorium IPA
Pengelolaan merupakan suatu proses pendayagunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu sasaran yang diharapkan secara optimal dengan memperhatikan keberlanjutan fungsi sumber daya. Pengelolaan hendaknya dijalankan berkaitan dengan unsur atau fungsi-fungsi manajer, yakni perencanaan, pengorganisasian, pemberian komando, pengkoordinasian, dan pengendalian. Sementara Luther M. Gullick (1993) menyatakan fungsi-fungsi manajemen yang penting adalah perencanaan, pengorganisasian, pengadaan tenaga kerja, pemberian bimbingan, pengkoordinasian, pelaporan, dan penganggaran. Dalam pengelolaan laboratorium meliputi beberapa aspek yaitu sebagai berikut.
1. Perencanaan
2. Penataan
3. Pengadministrasian
4. Pengamanan, perawatan, dan pengawasan
Pengelolaan laboratorium berkaitan dengan pengelola dan pengguna, fasilitas laboratorium (bangunan, peralatan laboratorium, spesimen biologi, bahan kimia), dan aktivitas yang dilaksanakan di laboratorium yang menjaga keberlanjutan fungsinya.
Pada dasarnya pengelolaan laboratorium merupakan tanggung jawab bersama baik pengelola maupun pengguna. Oleh karena itu, setiap orang yang terlibat harus memiliki kesadaran dan merasa terpanggil untuk mengatur, memelihara, dan mengusahakan keselamatan kerja. Mengatur dan memelihara laboratorium merupakan upaya agar laboratorium selalu tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan upaya menjaga keselamatan kerja mencakup usaha untuk selalu mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan sewaktu bekerja di laboratorium dan penangannya bila terjadi kecelakaan.
Para pengelola laboratorium hendaknya memiliki pemahaman dan keterampilan kerja di laboratorium, bekerja sesuai tugas dan tanggung jawabnya, dan mengikuti peraturan. Pengelola laboratorium di sekolah umumnya sebagai berikut.
1. Kepala Sekolah
2. Wakil Kepala Sekolah
3. Koordinator Laboratorium
4. Penanggung jawab Laboratorium
5. Laboran.
Para pengelola tersebut mempunyai tugas dan kewenangan yang berbeda namun tetap sinergi dalam pencapaian tujuan bersama yang telah ditetapkan.

D. Optimaslisasi Pengalaman Siswa dalam Pengamatan Fenomena Alam
Pada uraian terdahulu dinyatakan bahwa pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pengamatan terhadap fenomena alam menjadi pilar utama dalam pelaksanaan praktikum IPA.
Hal ini sejalan dengan prinsip pelaksanaan kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan. Menurut Depdiknas (2006) salah satu prinsip misalnya prinsip kelima bahwa dalam pelaksanaan kurikulum ini adalah dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).
Lalu bagaimana kaitan antara pemanfaatan laboratorium dengan prinsip alam tak ambang jadi guru? Tentunya sikap optimis guru harus dimunculkan sejalan dengan sikap kritis dan analitis dalam mengamati dan memanfaatkan fenomena alam untuk dijadikan sebagai sumber belajar. Hal ini juga selaras dengan prinsip keenam pelaksanaan kurikulum bahwa kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. Untuk itu Fasilitas yang ada di laboratorium sekolah perlu diupayakan untuk digunakan seoptimal mungkin di tengah-tengah dilema keterbatasan banyak hal. Dilema keterbatasan yang dimaksud di sini dapat meliputi keterbatasan waktu (alokasi waktu jam pelajaran), keterbatasan sarana dan prasarana, keterbatasan sumber daya manusia dan sebagianya.
Lalu bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi hal ini? Penulis mempunyai gagasan bahwa praktikum IPA tetap harus berjalan dengan mensinergikan banyak hal seperti Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM), prinsip pelaksanaan kurikulum alam takambang jadi guru, tuntutan pencapaian kompetensi, dan sebagainya. UNESCO (1958) menyatakan bahwa IPA adalah universal dan merupakan pengetahuan tanpa batas. Untuk kepentingan ini guru harus selalu berlatih bersikap kritis dan analitis terhadap fenomena alam agar dapat menjadikannya sebagai sumber belajar yang selalu memberdayakan potensi peserta didik. Salah satu potensi peserta didik yang paling berharga adalah rasa ingin tahu (curiousity). Pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika mampu membawa perubahan sikap peserta didik dari tidak tahu menjadi mau tahu. Rasa ingin tahu ini menjadi modal utama dalam menjalankan penyelidikan dan pengamatan ilmiah (VanCleave, 2004).



Daftar Rujukan

BSNP. 2007. Standar Nasional Pendidikan Indonesia untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Srasarana Sekolah Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Emha, M.S.H., 2006. Pedoman Penggunaan Laboratorium Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rustaman, N.Y., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S.A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D., & Nurjhani, M.K. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UPI
UNESCO. 1958. 700 Science Experiments for Everyone. New York: Doubleday & Company, Inc.
VanCleave, J. 2004. A+ Proyek-proyek Biologi. Bandung: Pakar Raya
VanCleaves, J. 1990. Biology for Every Kid: 101 Easy Experiments that Really Work. New York: John Wiley & Sons, Inc.

sumber ;
OPTIMALISASI PENGELOLAAN LABORATORIUM IPA SMP

Thursday, October 8, 2009

The Current School Language Laboratory Situation

Identifying The Issues

During the course of the SSEP consultancy I visited many Schools in the Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Malang, and Lombok regions. I also worked directly with teachers in the field as part of a review and evaluation to help formulate the final design and recommendations for the new language laboratory model.

The following identifies the basic findings relating to the existing "general situation" in schools. Having discussed many of the major problems with teachers in the field, a number of ‘key issues’, which need to be addressed concurrently with the planning for language laboratory facilities upgrading programs are outlined.

Key Issues - From Schools, IKIPs, and PPPG Data


The new Panasonic AA language laboratories frequently being installed do not provide the basic audio active comparative (AAC) requirements and are therefore less effective than their Tandberg predecessors. On the left you can see a typical Panasonic Language Laboratory. It is Audio Active (AA) only - students can not independently review or work at their own pace (less flexible).

Class sizes are too large (48 students) and teachers can not effectively maximise one of the main advantages of language laboratories - providing individual assistance (inadequate time / student).The old Tandberg laboratories have fourty (40) positions. The new Panasonic Language Laboratories have either forty (40) or thirty (30) student positions. What happens to the other eight (8) or eighteen (18) students?

The current layout of the existing language laboratory model does not allow easy physical access to the students (especially in the new Panasonic laboratories). A photo of the Tandberg (1982/3) design which still serves as the current Language Laboratory model (student units are in pairs).

The new Panasonic laboratories maintain the same basic model however student access by the teacher is even more restricted because the student units are in groups of four.

The current design of the language laboratories includes partitions between the students. Both the old Tandberg laboratories and the new Panasonic Language Laboratories have solid partitions separating the student positions. These greatly limit student interaction, flexibility, and access to visual aids (including whiteboards).

The cables for the language labs are being installed above the floor and they are causing a significant safety hazard. Schools have to modify the installations at their own expense before the labs can be used safely. The cables are placed in conduits above the floor
VERY DANGEROUS!
High Public Liability Risk

How much freedom does this teacher have to move on his chair?
  • Air-conditioners are not being installed with the laboratories.
  • Curriculum related audio/ visual materials are not being provided and it is difficult and time consuming for teachers to modify existing materials. Teachers are frequently purchasing materials locally at their own expense.
  • The 1994 curriculum does not adequately define or test listening/ speaking competencies (a major learner motivation issue).
  • Teachers and principals do not clearly understand the procedures for addressing language laboratory maintenance and warranty issues. A central language teacher/ laboratory support service needs to be established to coordinate and process planning and development progress inquiries from teachers in the field. This support service also needs to provide basic technical support and information relating to spare parts availability.
  • Teachers in the field do not have ready access to information regarding:


    Preventative Maintenance (PM) systems are inadequate. Here we have a number of potential hazards to both personnel and equipment (single insulated wiring, exposed terminals, easily damaged by feet). Stabilizers and Variacs should be housed well away from the master console (to avoid audio hum).


    There are insufficient technically trained staff to assist teachers, often resulting in delays or equipment being totally unusable. Many simple repairs to cabling and headphones (some of the most frequent faults) can be performed with a few basic skills, eg. using a multimeter, terminating, soldering, and some basic mechanics.

    Addressing the Key Issues

    1. The new Panasonic language laboratories being installed do not meet the basic audio active comparative (AAC) requirements and are therefore less effective than their Tandberg predecessors (less flexible).

    Audio Active (AA)
    The new audio active (AA) Panasonic laboratories only offer the following options:

  • students - listen to tapes played from the master console
  • students - listen to the teacher speaking
  • teacher - monitor student responses (real time)
  • teacher - intercom with individuals or groups
  • A conventional cassette recorder is being supplied with the installations but nobody seems to understand what it is for. It only offers the facility for recording sound from the master console. It doesn't play back into the sound system so the only way it can be listened to is through its speaker - therefore it is unusable!

    Audio Active Comparative (AAC)
    A true AAC system offers the above features plus it allows the teachers to record a master track on the student recorders which can be listened to by the students. Using appropriate materials (for pronunciation practice) the students can record their responses on a separate track simultaneously (while listening) and later play the tape back and 'compare their pronunciation to the original' (hence - comparative). They can also work at their own pace and repeat exercises as often as required to attain mastery. The student cassette recorders can also be controlled remotely which allows greater teacher control.

    All existing and any planned new language laboratory installations should be upgraded to full audio active laboratories.

    2. Class sizes are too large (48 students) and teachers can not effectively maximise one of the main advantages of language laboratories - providing individual assistance.

    One of the main advantages of using a language laboratory, like most other laboratories, is that it offers the teachers and students the opportunity for individualised instruction and assistance.However, if we look at the time restriction placed upon the teacher (45 minutes) and divide this by the number of students (48), then take off the time required to introduce the lesson and answer general enquiries, we soon find that we have much 'less than one' (<1)>

    We need to reduce the class size considerably, twenty (20) is about the ideal maximum number. However, twenty five is managable.

    3. The current layout of the existing language laboratory model does not allow easy physical access to the students (especially in the new Panasonic laboratories)


    New Language Laboratory Floor Plan

    This language laboratory layout addresses all of the main criteria:

    * Reduced student units - 24 positions.
    * No dividers between the student units - improved student interaction.
    * Teachers have easy access to the students for personal interaction and also for monitoring student work (completing clozes, comprehension exercises, etc.).
    * Teachers have greater flexibility - they can use the centre section for group work, role plays, games, etc. (the chairs can be easily moved to the centre).


    Optional Floor Plan

    U-shaped laboratory with centre aisle for easier student access (because of the larger than usual number of students).

    4. The current design of the language laboratories, using partitions, greatly limits student interaction, flexibility, and access to visual aids (including whiteboards).


    Remove the Partitions


    Portable language laboratories without partitions like the one in the photograph have been used very successfully in many locations throughout indonesia (this one is in Kupang).

    This is a fixed installation in Jakarta which has been used very successfully.
    5. The cables for the language labs are being installed above the floor and they are causing a significant safety hazard. Schools have to modify the installations at their own expense before the labs can be used safely.

    The language laboratory cables should be placed in channels or ducts under the floor. However, they should be kept clean and tidy, and free from rodents (rats) and whiteants.


    (a) Whiteant proof materials must be used to cover the ducts. ie. metal or ceramic tiles. Use small clean channels which do not invite rats (not like the duct in the photo). Notice how the cables in the photograph have been "pinched" by the tile - make a proper entry (hole) for the cables.

    (b) Cables should not be exposed. They should enter and exit from beneath the furniture - not like this example.

    6. Air-conditioners are not being installed with the laboratories. Airconditioners are necessary in language laboratories to:

    Airconditioners should be included in the budget for all new language laboratory installations.

    7. Currently no curriculum related audio/ visual materials are being provided.

    The PPPG Bahasa in Jakarta is probably the best placed institution to assume a key role in addressing language materials production, language laboratory liaison and general technical support. They could act as a central language enquiry centre for all provincial SMUs. PPPG Bahasa could assume the role of "SMU Language Learning Resource Center" for all aspects of training, information, and technical support

    8. The 1994 curriculum does not adequately define or test listening/ speaking competencies (a major learner motivation issue).

    One of the main issues which was repeatedly raised by teachers during the curriculum discussions in Yogya (January, 1998) and also in the schools is the fact that the national examinations place little emphasis upon the testing of listening and speaking skills. This has a very negative affect upon student motivation to develop these skills. Language laboratories are an excellent facility for use in developing and testing listening and speaking skills. Currently there are insufficient language laboratories in SMUs. However, perhaps the sharing of language laboratory facilities amongst schools in each region during the examination periods may be a practical option.

    9. Teachers and principals do not clearly understand the procedures for addressing language laboratory maintenance and warranty issues. A central language teacher/ laboratory support service needs to be established to coordinate and process planning and development progress inquiries from teachers in the field. This support service also needs to provide basic technical support and information relating to spare parts availability.

    The PPPG Bahasa is currently responsible for SMU language teacher upgrading programs. It is reasonable that their role could be expanded (at a minimum cost) to provide information services to schools in the following areas:

    Mrs. Nurwati Adam (Language Coordinator, PPPG Bahasa), and Mr. Didik Hariadi (Technician) could both readily identify with many of the problems including the need to supply language laboratory information updates and materials to the schools. They are very supportive of any development involving the participation of PPPG - Bahasa.

    10. Preventative Maintenance (PM) systems are inadequate.
    I have completed the language laboratory section of the Perawatan Preventif (Peventative Maintenance) manual which outlines the basic procedures that should be conducted by a technician on a regular (routine) basis.


    All preventative maintenance materials should be carefully placed in the technician's work area so that they can be easily accessed.

    This is an example of a practical language laboratory technician's workbench.

    11. There are insufficient technically trained staff to assist teachers, often resulting in delays or equipment being totally unusable.


    Courses in basic electronics and language laboratory maintenance skills need to be extended to a larger number of participants.

    Phillip Rekdale
    Konsultan Pendidikan & Teknologi
    P.Rekdale@Language-Laboratory.Com

    (Ref: SSE Project 1999)]

    Sunday, October 4, 2009

    Laboratorium di Sekolah Itu Penting

    Laboratorium di Sekolah memang sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pendidikan. Ada banyak tipe laboratorium bahasa yang ada di sekolah. Yaitu :

    1. Laboratorium Bahasa, adalah merupakan perangkat laboratorium untuk menunjang pelajaran bahasa. Meskipun demikian laboratorium bahasa bisa digunakan untuk mata pelajaran lain.

    2.Laboratorium IPA, laboratorium yang digunakan untuk menunjang pelajaran IPA, seperti Biologi, Fisika dan Kimia. Laboratorium bahasa ini penting agar siswa bisa melakukan eksperimen sebelum bekerja secara langsung di lapangan.

    3.Laboratorium Kesehatan, Laboratorium Kesehatan ini sering digunakan untuk sekolah kejuruan yang berhubungan dengan bidang kesehatan.

    4.Laboratorium Komputer, lab ini adalah sebuah laboratorium yang berisi perangkat komputer, untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang komputer.

    5.Laboratorium IPS, merupakan lab yang dibuat dan berfungsi untuk menunjang pelajaran IPS, Geografi, Sejarah dll.

    Keberadaan sebuah laboratorium di sekolah merupakan hal penting bagi sebuah sekolah untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan siswa. Dengan adanya laboratorium, diharapkan siswa bisa terlebih dulu mempelajari dan sekaligus melakukan praktek di sekolah.